![]() |
Gambar Bendera HTI |
*Latar Belakang*
Video pembakaran bendera
berkalimat tauhid yang diduga bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) viral di media sosial yang berada di
Garut dengan keterangan oknum anggota Banser yang membakarnya.
*Persoalan*
1. Bagaimana Hukum Membakar
Bendera Tersebut?
2. Apakah Termasuk Penistaan
Agama?
*Jawaban*
1. Boleh. Dikarenakan Bendera
Tersebut bendera ormas yang sudah dibubarkan, maka pembakaran tersebut termasuk
salah satu penjagaan berserakannya kalimat tauhid.
Menurut pendapat ‘Izzuddin Ibn ‘Abdul yang
dikutip pula oleh Zakariya al-Anshari dalam Asna al-Mathalib ketika menjelaskan
hukum membakar sobekan al-Qur’an.
و
يكره (إحراق خشب نقش به) أي بالقرآن، نعم إن قصد به صيانة القرآن فلا كراهة وعليه
يحمل تحريق عثمان رضي الله عنه المصاحف. وقد قال ابن عبد السلام من وجد ورقة فيها
البسملة ونحوها لايجعلها في شق ولا غيره لأنه قد تسقط فتوطأ وطريقه أن يغسلها
بالماء أو يحرقها بالنار صيانة لاسم الله تعال عن تعرضه للامتهان
“Dimakruhkan membakar kayu yang terdapat ukiran
Al-Qur’an di permukaannya. Akan tetapi, tidak dimakruhkan (membakar) bila
tujuannya untuk menjaga Al-Qur’an. Atas dasar itu, pembakaran mushaf-mushaf
yang dilakukan Utsman bin Affan dapat dipahami. Ibn Abdil Salam mengatakan,
orang yang menemukan kertas bertulis basmalah dan lafal agung lainnya,
janganlah langsung merobeknya hingga tercerai-berai karena khawatir diinjak
orang. Namun cara yang benar adalah membasuhnya dengan air atau membakarnya
dengan tujuan menjaga nama Allah dari penghinaan.”
تحفة
المحتاج في شرح المنهاج – (ج 2 / ص 147)
وَيُكْرَهُ
حَرْقُ مَا كُتِبَ عَلَيْهِ إلَّا لِغَرَضِ نَحْوِ صِيَانَةٍ وَمِنْهُ تَحْرِيقُ
عُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لِلْمَصَاحِفِ وَالْغَسْلُ أَوْلَى مِنْهُ عَلَى
الْأَوْجَهِ بَلْ كَلَامُ الشَّيْخَيْنِ فِي السِّيَرِ صَرِيحٌ فِي حُرْمَةِ
الْحَرْقِ إلَّا أَنْ يُحْمَلَ عَلَى أَنَّهُ مِنْ حَيْثُ كَوْنُهُ إضَاعَةً
لِلْمَالِ ، فَإِنْ قُلْت مَرَّ أَنَّ خَوْفَ الْحَرْقِ مُوجِبٌ لِلْحَمْلِ مَعَ
الْحَدَثِ وَلِلتَّوَسُّدِ وَهَذَا مُقْتَضٍ لِحُرْمَةِ الْحَرْقِ مُطْلَقًا قُلْت
ذَاكَ مَفْرُوضٌ فِي مُصْحَفٍ وَهَذَا فِي مَكْتُوبٍ لِغَيْرِ دِرَاسَةٍ أَوْ
لَهَا وَبِهِ نَحْوُ بِلًى مِمَّا يُتَصَوَّرُ مَعَهُ قَصْدُ نَحْوِ الصِّيَانَةِ
وَأَمَّا النَّظَرُ لِإِضَاعَةِ الْمَالِ فَأَمْرٌ عَامٌّ لَا يَخْتَصُّ بِهَذَا
عَلَى أَنَّهَا تَجُوزُ لِغَرَضٍ مَقْصُودٍ وَلَا يُكْرَهُ شُرْبُ مَحْوِهِ ،
وَإِنْ بَحَثَ ابْنُ عَبْدِ السَّلَامِ حُرْمَتَهُ
Maka dapat disimpulkan bahwa membakar mushaf yang
sudah usang atau sobekan al-Qur’an bisa dibenarkan. Kebijakan Utsman bin Affan
tentang pembakaran mushaftentu saja bukan untuk merendahkan ataupun menghina
Al-Qur’an, tetapi ingin menyelamatkan dan menempatkan Al-Qur’an pada posisi
yang semestinya. Tapi lain cerita bila tujuan membakar Al-Qur’an untuk menghina
atau merendahkan, perbuatan ini diharamkan dan dilarang keras dalam Islam.
2. Selagi Tidak Ada Motif Menghinakan Suatu
Agama, Maka Tidak Ada Unsur Penistaan Agama.
Pada Kitab
Undang-undang Hukum Pidana diadakan pasal baru yang berbunyi sebagai berikut:
"Pasal 156a
Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan
sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
a.
yang
pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu
agama yang dianut di Indonesia;
b.
dengan
maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan
ke-Tuhanan Yang Maha Esa."